PPI Tak Aktif, Warga Tanjung Limau Minta Pemerintah Cabut Keputusan

Bontang. Menindaklanjuti permintaan masyarakat Tanjung Limau yang sebagian besar nelayan, dan merasa rugi dengan tidak diperbolehkannya kapal andon dari luar Bontang untuk melakukan bongkar muat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, kembali disuarakan warga sekitar.

Kerugian yang dimaksud masyarakat yang tergabung dari berbagai elemen, mulai pengusaha es batu, ojek ikan, distributor, pengecer ikan, tokoh pemuda dan buruh bongkar, serta puluhan nelayan punggawa dan penyambang itu, diantaranya hilangnya lapangan pekerjaan disekitar pelabuhan Tanjung Limau akibat tidak ada lagi kapan andon yang masuk. Termasuk kerugian waktu untuk mengambil ikan ditengah laut, dan kerap menimbulkan kecelakaan.

Dalam pertemuan bersama Pemerintah melalui Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (DPKP) Kota Bontang, Senin (5/10/2015) di PPI Tanjung Limau. Gabungan masyarakat Tanjung Limau ini menyuarakan kekecewaan dan meminta pertanggungjawaban Pemerintah kota untuk secepatnya mencabut ketentuan yang merugikan itu.

Mengingat sejak diberlakukannya ketentutan dengan tidak membolehkan kapal andon masuk dan bongkar muat di PPI, membuat mereka harus kehilangan mata pencaharian hingga akhirnya tidak memiliki penghasilan.

“Sejak nelayan andon tidak boleh melakukan aktifitas bongkar muat di PPI, banyak warga yang dirugikan. Mulai dari es batu yang tidak laku, pengecer ikan yang tidak kebagian, sehingga harus menganggur dan tidak berjualan. Ojek ikan dan buruh bongkar kini juga tidak memiliki penghasilan. Bahkan bongkar muat ikan yang harus dilakukan di tengah laut oleh penyambang mengakibatkan kecelakaan,” papar Syahril, salah satu perwakilan masyarakat dalam kesempatan tersebut.

Jika nelayan andon tidak diperbolehkan untuk melakukan bongkar muat di PPI Tanjung Limau, nelayan lokal lanjut Syahril seharusnya juga bisa mematuhi aturan Pemerintah untuk melakukan bongkar muat di PPI Tanjung Limau. Sehingga warga yang menggantungkan hidup di PPI bisa mendapatkan penghasilan dan tidak menganggur seperti saat ini.

“Kalau memang nelayan andon tidak boleh, seharusnya nelayan lokal juga harus patuh aturan Pemerintah. Jangan mau enaknya sendiri. Kami disini malah tidak ada penghasilan jadinya,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala DPKP Bontang Aji Erlinawati, menyatakan pihaknya tidak bisa serta merta mencabut keputusan dan kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat bersama Dprd Bontang itu.

Walau demikian, menurutnya Pemerintah kini tengah berupaya mencari jalan keluar akan permasalahan tersebut. Bahkan rencananya Pemkot Bontang akan lakukan kerjasama dengan Pemerintah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat untuk mengatur mekanisme distribusi ikan dari luar Kota Bontang.

“Kami harap kita semua bisa bersabar. Keputusan bersama Dprd beberapa waktu lalu itu tidak bisa kami cabut begitu saja. Tapi Pemerintah saat ini tetap berupaya mencari jalan keluar, dan tidak merugikan salah satu pihak,” terangnya.

Seperti diketahui, keputusan tidak diperbolehkannya nelayan andon (nelayan luar Bontang) melakukan aktivitas bongkat muat di PPI Tanjung Limau, yang disahkan Pemerintah bersama Dprd Bontang beberapa waktu lalu, didasari atas protesnya nelayan lokal yang merasa dirugikan atas keberadaan ikan dari nelayan andon.

Harga ikan nelayan lokal langsung jatuh dipasaran, dan tidak memiliki nilai tawar. Akibat murahnya harga pasokan nelayan andon dari Sulawesi.

 

Laporan : Yulianti Basri & Nasrul

Editor : Revo Adi M