Bontang. Perambahan sejumlah kawasan hutan di Taman Nasional Kutai (TNK) untuk dijadikan lahan perkebunan oleh oknum Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), telah mengancam habitat spesies Orangutan serta keberlangsungan berbagai flora dan fauna lainnya. Khususnya yang hidup di kawasan prevab TNK.
Kepala Resort Polisi Hutan (Polhut) Sangatta Lutvi Hargubi mengatakan, oknum Gapoktan itu melakukan penggarapan lahan berlandaskan pengakuan oknum warga, yang secara ilegal mengklaim sebagian kawasan TNK sebagai wilayah kerajaan yang didirikannya.
“Ada 40 ribu Hektare lahan TNK yang diklaim. Dari prevab hingga Rantau Pulung. Lalu, sebagian dihibahkan kepada beberapa Gapoktan untuk digarap,” katanya saat menemani awak media mengecek lokasi perambahan di prevab TNK (sabtu 06/11/2021).
Kawasan prevab sendiri merupakan habitat asli Orangutan Kalimantan. luasnya mencapai 320 Hektare (Ha) dan menjadi salah satu area inti di dalam kawasan TNK. Lokasinya yang tak jauh dari pusat kota inilah yang kerap disebut menjadi alasan menarik bagi para perambah.
Mirisnya, dalam beberapa bulan terakhir intensitas perambahan hutan di kawasan TNK semakin mengkhawatirkan. Lutvi mencatat di sekitar area dan perbatasan prevab saja, sudah ada sekitar 10 Ha hutan yang dirambah bahkan dirusak.
“Minggu lalu kami berhasil menyita 2 unit senso dan pelakunya sudah kami data,” terangnya.
Di sisi lain, Lutvi mengakui secara regulasi tugas dan fungsi Polhut telah dikurangi. Karena untuk penegakan hukum kini telah diambil alih oleh Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Ditjen Gakkum).
Sementara itu, PJ Kepala Desa Persiapan Pinang Raya Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Rosliati, turut mengecam tindakan klaim lahan yang dilakukan oleh sekelompok warga. Menurutnya, kelestarian ekosistem di TNK harus terus dijaga. Pasalnya, selain sebagai salah satu paru-paru dunia, keberadaan TNK yang lengkap dengan segala kekayaan flora dan faunanya juga sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Terlebih saat ini ada program rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilakukan TNK, sehingga warga dapat terlibat dalam menjaga lingkungannya.
“Perambahan ini sudah keterlaluan, saya menginginkan di sini ada tindakan tegas,” ujarnya.
Perambahan hutan yang mulai marak di kawasan TNK ini turut menyita perhatian serius dari dosen sekaligus peneliti Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Yaya Rayadin. Menurutnya kelangsungan hidup Orangutan akan terancam jika praktek perambahan terus terjadi. Padahal, jika bicara soal Orangutan tentu juga akan bicara tentang ekosistem dan keselamatan hutan secara keseluruhan.
Yaya menyebut keberadaan Orangutan ini sekaligus menunjukkan bahwa lokasi hutan hujan tropis ini wajib dijaga sebagai kawasan konservasi flora dan fauna. Selain itu, jika menilik dari sisi kehidupan, melindungi TNK sama dengan melindungi sumber air. Utamanya di wilayah sekitar aliran Sungai Sangatta dan Sungai Santan. Tak hanya itu, posisinya dari isu karbon internasional juga terbilang penting.
“TNK itu mau dilihat dari sisi mana saja strategis. Kalau masyarakat ini semangat merusak TNK, sebetulnya mereka sedang semangat merusak kehidupannya sendiri,” tegasnya.