Dari Sampah Menjadi Peluang: Kolaborasi Dorong Ekonomi Sirkuler Di Samarinda

Samarinda.  Upaya mendorong pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkuler di Kalimantan Timur terus diperkuat melalui kegiatan Workshop “Pengelolaan Sampah Berbasis Ekonomi Sirkuler: Peluang Energi dan Produk Bernilai Ekonomi” yang diselenggarakan oleh Yayasan Mitra Hijau di Hotel Harris Samarinda pada Selasa (9/12/2025).

Kegiatan ini menjadi ruang pertemuan berbagai pihak: pemerintah, akademisi, pelaku industri, komunitas bank sampah, UMKM, hingga penggiat lingkungan. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Doddy S. Sukadri, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi multipihak dalam menjawab tantangan pengelolaan sampah dan krisis lingkungan secara berkelanjutan.

Tiga narasumber utama berbagi perspektif dari sudut pandang yang saling melengkapi. Hairil Anwar dari PT Asiana Recycle membuka diskusi dengan menunjukkan bagaimana sampah dapat dikelola menjadi produk bernilai ekonomi melalui pendekatan industri daur ulang. Baginya, ekonomi sirkuler bukan sekadar konsep, tetapi peluang nyata bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.

Dari sisi kebijakan, Asti Suriaty dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim menegaskan peran pemerintah dalam mendorong penguatan bank sampah, pengelolaan TPS dan TPST, serta kolaborasi lintas sektor agar pengelolaan sampah tidak berhenti pada pembuangan, tetapi berlanjut pada pemanfaatan.

Sementara itu, Iwan dari Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda mengajak peserta melihat sampah dari perspektif energi masa depan—dari biogas, RDF, hingga teknologi waste-to-energy sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih.

Di antara para peserta, cukup banyak yang merupakan pengelola bank sampah yang telah membudidayakan magot sebagai pengolah sampah organik sekaligus sumber pakan alternatif. Suasana diskusi menjadi semakin hidup ketika salah satu peserta, Siti Munawarah menceritakan pengalamannya menjual magot sebagai pakan burung, namun mendapat komplain karena burung yang diberi pakan magot tidak lagi mau berkicau.

Menanggapi hal tersebut, Hairil Anwar menjelaskan bahwa magot untuk pakan sebaiknya tidak diberikan dalam kondisi hidup, melainkan dalam bentuk kering, agar lebih aman dan lebih efektif. Ia juga berbagi tips teknis bahwa proses pengeringan terbaik dilakukan menggunakan microwave, bukan oven, untuk menjaga kualitas nutrisi hasil olahan.

Momen yang paling mengundang senyum sekaligus haru datang ketika Siti dengan jujur mengungkapkan bahwa ia merasa kasihan kepada magot yang ia pelihara karena pada akhirnya harus melalui proses pengeringan. Tangis singkat itu pun pecah di tengah ruangan, sebelum akhirnya disambut tawa hangat para peserta. Sebuah pengingat bahwa di balik teknologi, bisnis, dan kebijakan, selalu ada sisi kemanusiaan dalam setiap proses perubahan.

Diskusi kelompok yang berlangsung setelahnya membahas lebih jauh berbagai peluang produk bernilai ekonomi dari sampah, tantangan pemasaran, serta pentingnya penguatan jejaring antara komunitas, industri, akademisi, dan pemerintah.

Workshop ini menegaskan bahwa transisi menuju ekonomi sirkuler di Kalimantan Timur bukan hanya tentang mengelola limbah dengan alat dan teknologi, tetapi juga tentang membangun pengetahuan, empati, dan kolaborasi.