Desa Budaya Pampang, Warisan Adat yang Jadi Primadona

Samarinda. Desa Budaya Pampang yang terletak di pinggir Kota Samarinda, tepatnya 23 kilometer dari Pusat Kota Samarinda, adalah salah satu desa adat yang identik dengan warisan budaya suku Dayak. Setiap tahunnya, di Desa Budaya Pampang selalu digelar festival budaya dan khusus tahun ini kegiatan itu menjadi dua rangkaian acara yang dijadikan satu, yakni perayaan syukuran pasca panen dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-49 Desa Budaya Pampang.

Sebanyak 13 ragam jenis tarian Adat Suku Dayak sukses membius ratusan pasang mata yang menyaksikannya, tidak cukup sampai disitu para tamu yang hadir juga diperkenankan juga bisa ikut menari bersama. Kekompakan gerakan dan keseragaman pakaian yang dikenakan para penari sangat indah dipandang mata, terlebih melihat elok dan cantiknya wajah para penari.

Desa Adat Pampang ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat daerah maupun luar daerah, pasalnya selain nuansa budaya khas suku dayaknya yang masih kental setiap minggunya biasanya di desa ini diadakan penampilan berupa pentas seni. Hal ini juga didasari oleh mayoritas warga Desa Pampangsendiri yang bekerja sebagai seniman.

Setelah sebelumnya menghentikan berbagai kegaiatan pentas seni nya selama 2 tahun disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19, kini akhirnya Desa Pampang dapat menampilkan pentas kebudayaannya kembali dalam rangka Festival Pasca Panen dan HUT ke-49 Desa Pampang. Festival budaya ini pun dipastikan masuk dalam kalender event tahunan di daerah, maka tidak heran jika Wali Kota Samarinda Andi Harun memastikan seluruh biaya penyelenggaraanya akan dibiayai oleh APBD Kota Samarinda, dimana sebelumnya warga Pampang masih menggunakan modal dari dana sendiri untuk penyelenggaraan pentas maupun event yang diselenggarakan oleh Desa Pampang.

Andi Harun mengatakan akan mengembangkan Desa Budaya Pampang lebih baik lagi dari segi infrastruktur pariwisatanya, pasalnya infrastruktur yang dinilai masih kurang memadai mulai dari akses jalan hingga kondisi lamin menjadi PR utama pemerintah kota maupun daerah dalam mengembangkan Desa Pampang. Sebab bukan tidak mungkin jika wisatawan enggan datang ke Desa Pampang bila fasilitas sarana dan prasarananya tidak dibenahi.

“Terlebih lagi dengan dipindahkannya ibu kota negara ke Provinsi Kaltim, maka desa ini akan menjadi sangat potensial dan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi turis lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Desa Pampang dan menikmati sekaligus mengenal adat dan budaya Suku Dayak di Kalimantan Timur,” pungkasnya.

Presiden Majelis Adat Dayak Nasional Martin Billa menuturkan, masyarakat Desa Pampang sendiri sudah jauh berpikir kedepan dengan melibatkan anak muda untuk ikut berpartisipasi dalam agenda kebudayaan. Sehingga ke depannya akan mampu melanjutkan regenerasi dan melestarikan apa yang sejak dulu menjadi adat, budaya dan warisan leluhur.

“Saya berharap ada perhatian lebih dari pemerintah, baik daerah maupun pusat untuk Desa Pampang, karena Desa Pampang merupakan desa pertama yang merupakan destinasi wisata dayak di Ibu Kota Kaltim ini dimana potensinya harus terus dikembangkan dan dilengkapi sarana prasarananya,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Adat Suku Dayak Kenyah Esrom Palan mengaku sangat mendukung apapun langkah pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya Suku Dayak, khususnya di Desa Pampang sendiri. Dirinya juga berharap agar hal tersebut dapat segera terealisasi, sehingga berbagai persoalan yang selama ini dihadapi masyarakat Desa Pampang dapat segera teratasi.

“Kita berharap dapat mengembangkan kegiatan adat ini agar banyak pengujung datang sehingga dapat mendukung perekonomian warga Desa Pampang. Dan saya tadi meminta kepada Wali Kota agar dapat merenovasi Lamin adat yang merupakan asset Desa Pampang,” ungkapnya.

Suku Dayak dan Desa Pampang merupakan salah satu adat, tradisi dan budaya dari sekian banyak warisan budaya di Indonesia yang wajib dilestarikan sehingga sudah sewajarnya jika pemerintah ikut andil dalam melestarikan kekayaan intlektual bangsa Indonesia tersebut. Pemerintah tidak boleh membiarkan kelompok adat bekerja sendiri, mereka perlu mendapat bantuan dan dukungan dari pemerintah maupun elemen masyarakat lainnya.