Tenggarong. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sedang menyelidiki dugaan pemalsuan dukungan oleh salah satu bakal pasangan calon (bapaslon) independen dalam Pemilihan Bupati Kukar 2024. Dugaan ini muncul setelah Bawaslu menerima laporan dari dua warga Kecamatan Sebulu yang menyatakan bahwa nama mereka dicatut dalam daftar dukungan tanpa persetujuan mereka.
Kasus ini bermula ketika Bawaslu Kukar menerima laporan tersebut pada 5 Agustus 2024. Setelah melakukan pemeriksaan awal, Bawaslu menyimpulkan bahwa laporan tersebut memenuhi unsur formil dan materil untuk dilanjutkan. Pada 7 Agustus 2024, kasus ini secara resmi dilimpahkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kukar untuk penyelidikan lebih lanjut.
Hardianda, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kukar, menjelaskan bahwa pihaknya telah memulai proses klarifikasi dengan memanggil berbagai pihak terkait, termasuk pelapor, bapaslon independen, liaison officer (LO), saksi, serta penyelenggara pemilu. Pada pemanggilan pertama yang dilakukan pada 8 Agustus 2024, bapaslon independen dan dua LO hadir, namun mereka meminta penundaan klarifikasi hingga 10 Agustus 2024 malam dengan alasan adanya kegiatan lain.
Namun, hingga waktu yang dijadwalkan pada Sabtu malam tersebut, bapaslon independen belum memberikan klarifikasi dan justru mengirimkan surat dokter melalui kuasa hukum mereka, yang menyatakan bahwa bapaslon sedang sakit.
Hardianda menegaskan bahwa jika bapaslon independen tidak memenuhi panggilan kedua ini, Bawaslu berhak melanjutkan penyelidikan tanpa kehadiran mereka (in absentia). “Jika pihak terlapor tidak memenuhi panggilan kedua, Bawaslu akan melanjutkan proses pemeriksaan secara sepihak berdasarkan keterangan dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan,” ujarnya.
Pasal yang disangkakan dalam kasus ini adalah Pasal 185a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang mengatur mengenai pemalsuan daftar dukungan. Jika terbukti bersalah, bapaslon independen yang diinisialkan sebagai AYL-AZA dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta pembatalan pencalonan.
Hardianda juga menyatakan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius karena berdampak pada integritas pemilihan. Bawaslu Kukar menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertekad menjaga kepercayaan publik dengan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada Serentak 2024.
“Kami berharap semua pihak yang terlibat dapat bekerja sama dalam proses penyelidikan ini demi terciptanya Pilbup Kukar yang bersih dan transparan,” tutup Hardianda.
Kasus ini terus dipantau oleh publik, mengingat pentingnya integritas dalam proses pemilihan kepala daerah yang jujur dan adil. Bawaslu Kukar siap mengambil tindakan tegas jika ditemukan bukti-bukti yang cukup terkait dugaan pemalsuan ini.