KPU Kaltim Tegaskan Sengketa Pilkada Wajib Penuhi Legal Standing

Kaltim. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim terus berupaya mengawal dan mengantisipasi berbagai persoalan yang sekiranya timbul pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim tahun 2018.

Salah satunya gugatan pasangan calon terhadap hasil Pilgub yang dinilai tidak sesuai. Hal ini menurut Komisioner KPU Vico Januardhy, gugatan hasil Pilgub Kaltim ke Mahkamah Konstitusi (MK) harus memenuhi unsur legal standing sesuai Undang-undang dan peraturan. Atau dengan syarat selisih perolehan suara tidak melebihi 1,5 persen suara sah.

Menurutnya hal itu sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2018, yang menyatakan jika sengketa pilkada bisa diajukan ke MK bila kedudukan pemohon dapat dipenuhi jika tidak melampaui 1,5 persen suara sah.

“Misalnya, surat suara yang sah jumlahnya 1.000, maka 1,5 persen dari jumlah itu adalah 150 suara. Berarti syarat sengketanya harus selisih lebih dari 150 suara,” ujar Vico dalam keterangan pers nya di Hotel Harris Samarinda. Kamis, 7 Juni 2018.

Dijelaskannya, pemilihan kepala daerah (pilkada), memiliki beberapa kategori syarat bagi paslon yang akan mengajukan sengketa.

Diantaranya daerah dengan jumlah pemilih kurang atau lebih dari 2 juta suara. Dengan selisih suara antar pemenang dengan penggugat adalah 1,5 persen suara sah.

Sedangkan bagi daerah dengan penduduk 2 hingga 6 juta, selisih suara sah juga 1,5 persen. Berbeda dengan penduduk 6 sampai 12 juta. Maka selisih suara yang boleh digugat sebesar 1 persen suara sah.

Selain syarat tersebut, pengajuan sengketa juga diberikan batas maksimal 3 hari setelah pleno penetapan penghitungan surat suara. Dalam artian 3 hari setelah pleno KPU Kaltim yang dijadwalkan 7-9 Juli 2018.

Jika unsur legal standing tidak terpenuhi, maka saat putusan sela, MK akan memutuskan sengketa pilkada tidak bisa digelar atau dilaksanakan.

Hal ini juga diharap Vico juga penting dipahami penyelenggara di tingkat Kabupaten/kota serta staf KPU. Agar siap dalam pelaksanaan seluruh tahapan pilgub Kaltim.

“Sengketa pilkada tidak hanya sebatas gugatan cagub-cawagub terkait hasil penghitungan suara saja, tapi juga mencakup semua tahapan,” tambahnya.

Hal lain yang bisa turut disengketa diantaranya ada masyarakat suatu daerah (desa) yang tidak bisa memilih karena tidak mendapat surat C6. Walaupun hanya 200 orang, maka saat pilkada selesai masalah tersebut dapat menjadi salah satu objek sengketa. Disamping juga proses rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS.

“Saat ditemukan syarat tidak terpenuhi, bisa jadi sengketa pilkada. Juga ketika ada surat suara yang tidak memenuhi standar PKPU. Makanya dari awal kami terus minimalisir kesalahan tersebut,” terang Vico.

Salah satu upaya terbaru yang digelar KPU Kaltim untuk hal tersebut, dengan menggelar rapat koordinasi (rakor) selama 2 hari bersama KPU Kabupaten/kota, terkait tahapan dan sengketa Pilgub Kaltim 2018 di Hotel Haris Samarinda.

Menghadirkan narasumber dari Bawaslu, KPU, akademisi, pakar dan praktisi hukum. Masing-masing Ketua KPU Kaltim Muhammad Taufik dan Ketua Bawaslu Kaltim Saipul Bachtiar, Muhamamad Mochdar sebagai Pakar Hukum, Mahendrav Putra mewakili Akademisi, dan Jaufri SH selaku mantan komisoner KPU yang juga pengacara. (*)

 

Laporan: Tim Liputan Pktv