Bontang. Masjid Al Wahhab, yang terletak di Jl Piere Tendean Kelurahan Bontang Kuala, tampak tak ada yang berbeda dari masjid pada umumnya. Menuju masjid, jemaah harus melewati jembatan ulin, yang di namai pengurus sebagai jembatan titian Shirataal Mustaqim.
Masjid ini berdiri tahun 1789 masehi, pada masa kejayaan Kesultanan Kutai Ing Martadipura yang berpusat di Tenggarong. Perkembangan islam di Kalimantan Timur juga tidak lepas dari peran masjid tua, yang berlokasi di sisi sungai Bontang Kuala ini.
Dikatakan Ketua Takmir Masjid Tua Al Wahhab Imam Sanusi, cerita turun-temurun, masjid Al Wahab didirikan sejumlah perantau dari suku Bajau, Bugis, dan Kutai, yang bermukim di pesisir Bontang.
Konon Kesultanan Kutai kala itu memberikan tanah kepada para perantau, untuk bercocok tanam. Mengingat perantau merupakan muslim, mereka mendirikan masjid persis di sisi anak sungai Bontang Kuala yang bermuara ke Selat Makassar.
“Sungai ini dulunya lebar dan dalam, dengan air jernih. Namun seiring peningkatan aktivitas manusia, sungai pun mengalami pendangkalan dan penyempitan,” ujar Imam Sanusi.
Setelah didirikan, dalam waktu singkat kabar Masjid Al Wahhab pun menyebar. Setiap sholat Jumat banyak jemaah jauh yang datang, dengan menggunakan perahu. Diantaranya dari Santan Kutai Kartanegara, hingga pesisir Kutai Timur (Kutim) yang jaraknya lebih dari 100 kilometer.
Dari sisi arsitektur, masjid Al Wahhab mengadopsi ragam arsitektur Masjid di Indonesia, mulai dari Masjid Demak, Bugis, Kutai, dan Banjar. Perpaduan ini diyakini tercipta lantaran masjid dibangun para perantau dari beragam suku.
“Kini setelah beberapa kali renovasi, masjid Al Wahhab telah menjadi kebanggaan warga kota Bontang,” tambah Imam Sanusi.
Namun begitu, tahun 1960 masjid ini sempat tak terurus. Perkembangan penduduk membuat mayoritas warga memilih bermukim di daerah lain. Dan meninggalkan kawasan pesisir pantai. Masjid ini kemudian kehilangan jamaah, bahkan nyaris roboh.
Kesan angker sempat mewarnai perjalanan Masjid Al Wahhab, karena dikelilingi rawa dengan rerumputan yang sangat tinggi dan tak terurus. Masjid ini kemudian seolah memanggil minta diperbaiki. Bahkan kata Imam Sanusi, berbagai kejadian mistis terjadi saat warga melintas di dekat masjid ini.
“Saat melintas masyarakat sering mendengar suara adzan. Kemudian pada malam hari tampak bercahaya. Padahal sekitar lokasi masjid tak ada cahaya dan rumah penduduk,” terangnya.
Akhirnya pada tahun 2002 lalu, berkat inisiatif warga dibantu pemerintah Kota Bontang. Proses renovasi pun dilakukan. Warga sepakat untuk tidak mengubah bentuk asli masjid, yakni empat pilar utama yang berdiri kokoh di tengah masjid.
Dikarenakan nilai sejarah inilah, Kementerian Agama RI akhirnya pernah melakukan kunjungan langsung ke masjid tua ini. Dan Masjid Al Wahhab masuk dalam direktori masjid bersejarah di Indonesia.
Saat bulan suci Ramadhan tiba, kegiatan di Masjid Al Wahhab cukup padat. Pengurus masjid mengadakan ikhtikaf, dan menyediakan makanan buka puasa bagi seluruh jemaah. (*)
Laporan: Yulianti Basri