Samarinda. Aksi solidaritas atas penggusuran Pasar Subuh Samarinda pada Jumat (9/5/2025) dini hari berujung bentrok setelah aparat gabungan melakukan tindakan represif terhadap warga dan aktivis yang mempertahankan lokasi pasar. Solidaritas untuk Pasar Subuh mengecam keras tindakan kekerasan tersebut dan menyatakan bahwa penggusuran ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan cacat prosedur hukum.Kuasa hukum pedagang Pasar Subuh Samarinda, Muhammad Fathi Ramadhan, menjelaskan sejak pukul 05.00 WITA, puluhan anggota dari kelompok Solidaritas untuk Pasar Subuh telah bersiaga di posko perjuangan guna mendorong mediasi damai bersama para pedagang dan masyarakat sipil. Namun, upaya dialog tersebut tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. Aparat justru masuk secara paksa menggunakan tameng dan kekuatan fisik. Beberapa aktivis dilaporkan mengalami luka akibat pemukulan, pitingan, dorongan keras, hingga terinjak-injak.
“Ini bukan sekadar penggusuran fisik, tapi serangan terhadap martabat dan hak hidup ribuan keluarga yang bergantung pada denyut nadi Pasar Subuh,” ucapnya.
Muhammad Fathi Ramadhan menyatakan telah menempuh jalur administratif, seperti menyampaikan surat keberatan, permohonan audiensi, hingga Rapat Dengar Pendapat (RDP), namun semuanya ditolak tanpa penjelasan yang transparan. Mereka menilai sikap Pemerintah Kota Samarinda telah mengabaikan prinsip keterbukaan dan partisipasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ditambahkannya, penggusuran yang dilakukan hari ini juga dinilai melanggar Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Komentar Umum CESCR No. 7 Tahun 1997, yang menyatakan bahwa penggusuran hanya dapat dilakukan sebagai langkah terakhir setelah seluruh proses musyawarah tuntas, dengan jaminan perlindungan hukum.
Muhammad Fathi Ramadhan menyatakan, solidaritas untuk Pasar Subuh menyampaikan enam sikap tegas, antara lain mengecam kekerasan aparat, menolak relokasi sepihak, dan menuntut pendekatan yang partisipatif dan bermartabat. Mereka juga berkomitmen melanjutkan perjuangan melalui mekanisme hukum dan legislatif.
“Diam adalah pengkhianatan. Kami tidak akan diam. Keadilan akan terus kami perjuangkan,” tegasnya.