Samarinda. Institut Pertanian Bogor (IPB University) bersinergi dengan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggelar Workshop Sosialisasi Karbonisasi Tandan Kosong Sawit dan Pemanfaatannya Sebagai Soil Conditioner. Acara ini diadakan di ballroom Hotel Senyiur, Jl Pangeran Diponegoro, Kota Samarinda, pada Kamis (11/7/2024).
Guru Besar IPB University, Prof. Dr. Erliza Hambali, menekankan pentingnya upaya ini dalam membantu petani sawit. Dirinya menjelaskan hal ini menjadi sangat penting mengingat 80% dari biaya perkebunan kelapa sawit merupakan biaya pemupukan. Dengan pemanfaatan tandan kosong sawit sebagai soil conditioner, hal ini akan dapat mampu menghemat penggunaan pupuk sehingga lebih efisien dalam penurunan cost perkebunan. Erliza juga menyebut efektivitasnya akan turut meningkat.
“Sebagaimana kita ketahui, 80% dari biaya perkebunan adalah biaya pupuk. Harga pupuk saat ini mahal dan langka. Ini adalah salah satu cara kita membantu petani sawit dan menurunkan biaya tersebut melalui pemanfaatan tandan kosong yang dilakukan proses karbonisasi,” ujarnya.
Prof. Erliza menambahkan bahwa banyak usaha telah dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah di industri kelapa sawit. Salah satunya adalah penelitian terhadap biochart ini. Sebagai seorang akademisi dan peneliti dirinya berkomitmen untuk terus melakukan inovasi dalam industri perkebunan kelapa sawit.
Tandan kosong kelapa sawit sering menjadi masalah di pabrik, karena tidak boleh dibakar dan ada wacana untuk melarang penggunaannya di perkebunan. Prof. Erliza menjelaskan bahwa solusi harus dicari dan diperebutkan oleh perusahaan yang mengumpulkan tandan kosong ini.
“Kita harus terus berusaha menyelesaikan satu per satu masalah di sawit. Misalnya, jika terjadi perang dan harga pupuk naik, kita harus mencari solusi lain. Dengan sumber daya yang ada di Kalimantan dan Sumatera, kita dapat mensosialisasikan dan mengimplementasikan solusi ini untuk membantu petani sawit,” lanjutnya.
Meika Syahbana Rusli, Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi IPB University, juga menekankan pentingnya optimalisasi industri sawit. Menurutnya hal ini menjadi sangat penting karena menyangkut langsung ke berbagai aspek ekonomi di Indonesia.
“Sangat penting bagi Indonesia dari segi ekonomi, lapangan pekerjaan, dan lingkungan. Kita perlu mengoptimalkan industri sawit, termasuk tandan kosong yang masih menjadi masalah harus dioptimalkan,” jelasnya.
Meika berharap sosialisasi ini mendapat sambutan luas dari masyarakat dan para pelaku industri sawit. Terutama dapat segera diimplementasikan terutama oleh seluruh pengusaha maupun petani sawit di daerah.
“Harapan kami, sosialisasi ini bisa menyebarluaskan pemahaman tentang manfaat karbonisasi tandan kosong kelapa sawit, sehingga implementasinya bisa maksimal. Jika ini dilaksanakan, daerah kita akan menjadi lebih kuat dan sejahtera, serta lingkungan lebih aman,” tambahnya.
Selain diambil minyaknya, ampas tandan kosong masih sangat bernilai sebagai bahan organik dan biomassa. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, ini akan menjadi masalah. Salah satu cara memanfaatkan yang baik adalah dengan karbonisasi pirolisis, yang menjadikan biochar untuk memperbaiki tanah, meningkatkan efisiensi pupuk, dan mengembalikan karbon ke tanah sehingga tidak dirilis ke atmosfer.
Zaid Burhan Ibrahim, Plt. Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, mengungkapkan harapannya terkait keberlanjutan industri sawit Indonesia. Dirinya berharap kedepannya pemanfaatan sawit dapat lebih dioptimalkan lagi.
“Dari kegiatan ini, harapannya Indonesia akan dapat menjaga keberlanjutan sawitnya. Ke depan, ada program biodiesel yang membutuhkan hasil-hasil dari sawit,” katanya.
Dirinya juga menambahkan bahwa permintaan luar negeri terhadap sawit Indonesia terus meningkat. Sehingga menjadi sangat penting optimalisasi dan inovasi dalam industri sawit.
“Kami sangat membutuhkan produktivitas yang semakin baik. Penelitian ini yang kami danai diharapkan bisa memberikan dampak sehingga keberlanjutan sawit Indonesia tetap menjadi produsen nomor satu di dunia dan dapat memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan dunia,” ujar Zaid.
Rahmat Perdana Angga, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kaltim, juga menyambut baik inovasi ini. Menurutnya pupuk yang menjadi cost tertinggi dalam industri perkebunan kelapa sawit sangat perlu untuk dilakukan optimalisasi. Dirinya sangat mendukung inovasi dalam industri perkebunan kelapa sawit ini.
“Biaya paling besar adalah biaya pupuk, yang mengambil 60%-80% dari biaya produksi sawit. Kami sangat butuh inovasi-inovasi yang bisa meningkatkan produktivitas dan menekan biaya produksi sawit. Dengan penemuan inovasi seperti ini, efisiensi pemupukan bisa meningkat dan biayanya lebih terkontrol,” ungkapnya.
Workshop ini diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah di perkebunan kelapa sawit, serta memberikan solusi berkelanjutan bagi industri sawit di Indonesia.