Disoal DPRD, GPK Sebut Penebangan Mangrove Sesuai Prosedur

Bontang. PT Graha Power Kaltim (GPK) membantah pihaknya disebut melakukan penebangan mangrove secara illegal pada area pembangunan pembangkit listrik di Teluk Kadere Kelurahan Bontang Lestari, Kecamatan Bontang Selatan.

Bantahan tersebut disampaikan Direktur PT GPK, Aris Munandar, melalui rilis yang diterima PKTV Bontang beberapa waktu lalu.

Dalam rilis tersebut, PT GPK menyebut jika penebangan mangrove berdasarkan surat yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) nomor 503/1591/Dpmptsp-IV/VII/2017, menerangkan sejumlah izin yang telah diterima GPK dari tingkat daerah hingga provinsi Kaltim.

Izin yang dimaksud diantaranya SK Walikota Bontang nomor 590/001/Bppm/I.Lokasi/IX/2013/ tentang pemberian izin lokasi untuk keperluan pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga uap (PLTU) 2×1000 Mw di Bontang Lestari.

Selanjutnya surat dari Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian Kota Bontang nomor 523/062/DPKP/3 tanggal 15 april 2015. Serta surat kepala Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Bontang nomor 523/ 062/ DPKP 3 tanggal 4 Mei 2015.

Atas izin tersebut, DPM-PTSP Kaltim menyampaikan beberapa rekomendasi kepada PT Graha Power Kaltim, diantaranya GPK mengajukan permohonan pemanfaatan mangrove (izin pemanfaatan kayu) pada areal seluas 2.28 Ha di Kota Bontang.

Dan berdasarkan hasil telahaan dari BPHP wilayah, lokasi yang dimohonkan izin pemanfaatan kayu merupakan lokasi izin usaha penyediaan tenaga listrik,dimana telah diproses Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk ditetapkan sebagai hak guna bangunan.

Baca Juga: Graha Power Kembali Tebang Mangrove, DPRD Akan Bawa Ke Provinsi

Mengingat lokasi yang dimohon merupakan lahan hak dengan potensi mangrove yang tumbuh alami, maka proses pemanfaatan kayu bukan melalui mekanisme IPK, namun tetap harus memenuhi kewajiban penerimaan negara bukan pajak.

Selain itu, mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor p43/Men LHK-Sejken/2015, tentang penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam pasal 8 bahwa pemegang IPK/IPPKH dan pemegang hak atas tanah yang memanfaatkan potensi tumbuh alami.

Sebelum terbitnya hak atas tanah, pun harus melakukan inventarisasi tegakan dengan intensius 100 persen, hasilnya dicatat dengan RLHC sebagai dasar pembuatan rencana penebangan. Dalam butir nomor 3 merupakan dasar pengenaan kewajiban PSDH dan DR, yang wajib dibayarkan melalui mekanisme simponi.

Disamping juga sebelum melakukan pemanfaatan mangrove agar perusahaan melakukan inventarisasi tegakan (crusting), membuat rencana penebangan, melakukan pembayaran kewajiban psdh wilayah 1, guna mencegah timbulnya permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan kegiatan.

Dan apabila terdapat hak pihak ketiga terutama masyarakat menjadi tanggung jawab sepeunuhnya dari pihak perusahaan. (*)

 

Laporan: Aris