Bontang. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang atas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan eskalator di gedung DPRD Bontang, Sekretaris Dprd FR, hingga kini masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS) aktif.
Diungkapkan Walikota Neni Moerniaeni, saat ditemui usai upacara remisi warga binaan lapas kelas IIIA Bontang, hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pemberitahuan dari Kejari Bontang terkait penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka. Sehingga pemerintah kata dia, belum menggelar rapat untuk menentukan status sekretari DPRD ke depannya.
“Belum, belum ada pemberitahuan dari Kejaksaan. Jadi kami belum bisa menentukan status yang bersangkutan dalam kepegawaian,” ujar Neni.
Menurut Walikota, untuk menentukan status pegawai Sekretaris DPRD, pihaknya jelas akan mengacu pada undang-undang ASN, dengan pembahasan bersama Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP).
Baca Juga: Dikonfirmasi Soal Eskalator, Sekretaris DPRD Pilih Bungkam
Nemun demikian, beberapa opsi diakui Neni mulai disiapkan. Salah satunya penonaktifan yang bersangkutan sebagai pegawai negeri sipil (Pns) di lingkup Pemkot Bontang.
“Yang jelas hal ini akan kami konsultasikan. Apakah di non aktifkan dulu dan nanti jika tak terbukti bersalah dikembalikan lagi atau bagaimana. Sebab, kalau kita lihat tugas sekwan (sekretaris DPRD) itu kan berat,”terang Walikota.
Sebelumnya, Sekretaris DPRD Bontang resmi ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan eskalator oleh Kejari Bontang, pada Jumat (11/8) lalu, bersama tiga orang lainnya. Masing – masing KML sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), SM sebagai rekanan penyedia barang, serta NGH sebagai sub kontraktor rekanan.
Baca Juga: Kejari Bontang Tetapkan Empat Tersangka Kasus Eskalator DPRD
Penetapan tersebut merupakan hasil ekspose tim penyidik Kejari Bontang yang dilakukan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kaltim, atas dugaan korupsi proyek pengadaan eskalator dengan plafon anggaran senilai Rp 2,9 miliar pada APBD tahun 2015. Dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1,4 miliar. (*)
Laporan: Sary | Aris