Tenggarong. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memberikan apresiasi atas terselenggaranya Festival Budaya Danum Bura Idaman yang digelar di RT 40 Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong. Festival ini dinilai sebagai upaya nyata masyarakat dalam melestarikan seni dan tradisi lokal.
Festival yang berlangsung di Lamin Spontan Baru ini secara resmi dibuka oleh Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, yang ditandai dengan prosesi pemotongan akar kayu sebagai simbol pembukaan.
Dalam sambutannya, Puji Utomo menyatakan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk konkret dalam mempertahankan warisan budaya yang kaya di Kutai Kartanegara.
“Festival ini merupakan langkah positif untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan kita. Saya berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut dan berkembang menjadi agenda tahunan yang lebih besar serta dikenal luas,” ujarnya.
Puji juga menegaskan keterlibatan langsung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam proses penyelenggaraan festival, sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian budaya di tingkat masyarakat.
Senada dengan Puji, Lurah Loa Ipuh Erri Suparjan turut mengapresiasi konsistensi warga RT 40 dalam menyelenggarakan festival yang kini telah memasuki tahun kedua.
“Kegiatan seperti ini sangat penting dalam menjaga budaya lokal. Kami berharap ke depan festival bisa menghadirkan kegiatan yang lebih variatif dan menarik minat masyarakat yang lebih luas,” tutur Erri.
Ia juga menilai lokasi Spontan Baru cukup strategis dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya di wilayah Tenggarong. Meskipun pelaksanaan tahun ini terbatas dari sisi anggaran, pihak kelurahan tetap memberikan dukungan, terutama dalam hal penyediaan fasilitas.
Festival Danum Bura Idaman diharapkan menjadi wadah ekspresi, edukasi, serta penguatan identitas budaya yang bisa terus dijaga oleh generasi muda. Selain itu, festival ini diharapkan pula menjadi agen kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, swasta, dan komunitas—untuk menjaga warisan budaya sebagai jati diri masyarakat Kutai Kartanegara.



