Bontang. Adanya keputusan rapat antara Pemerintah Kota Bontang dalam hal ini Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian (DPKP) bersama Dprd Kota Bontang pada 23 September 2015 lalu, yang memutuskan nelayan andon/nelayan dari luar Bontang tidak boleh bersandar dan melakukan aktivitas bongkar muat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau. Membuat beberapa nelayan lokal khususnya Tanjung Limau merasa dirugikan.
Karena tidak diperbolehkannya nelayan andon untuk bongkar muat di PPI, penyambang lokal terpaksa harus mengambil hasil tangkapan nelayan andon dengan melakukan bongkar muat di tengah laut.
Akibatnya, salah seorang penyambang terpaksa mengalami luka serius di bagian betis, pada saat bongkar muat tersebut, Sabtu (3/10/2015).
Salah satu penyambang ikan Tanjung Limau, Iwan, menyatakan selain mengancam keselamatan, penyambang yang harus mengambil ikan dari tengah laut ini juga mengalami rugi tenaga hingga waktu.
Jika melakukan bongkar muat di PPI hanya membutuhkan waktu 2 jam, maka pada saat penyambang bongkar muat di laut harus membutuhkan waktu hingga 12 jam. Ada penambahan waktu sepuluh jam lebih lama dari biasanya.
Maka dari itu Iwan berharap agar Pemerintah bisa mencabut keputusan tersebut, dan kembali memberikan kesempatan bagi nelayan andon untuk melakukan bongkar muat di PPI Tanjung Limau.
“Hanya itu permintaan kami agar keputusanitu dicabut dan PPI bisa normal lagi,” ungkapnya.
Senada dengan hal itu, Muchtar salah seorang tokoh pemuda Tanjung Limau juga menolak keputusan dengan tidak membolehkan nelayan luar untuk turut serta melakukan bongkar muat di PPI.
Akibat hal tersebut, akhirnya banyak pemuda di Tanjung Limau yang terpaksa harus menganggur, karena menggantungkan hidup dari aktivitas bongkar muat di pangkalan pendaratan ikan.
“Kami juga menolak kalau hal ini terus diberlakukan. Banyak anggota kami yang menganggur karena nggak ada lagi pekerjaan di PPI,” jelasnya.
Permasalahan ini diharap dapat kembali diperhatikan oleh Pemerintah dan Dprd Bontang, agar keputusan yang diambil tidak merugikan salah satu pihak.
“Semoga hal ini bisa dicarikan jalan keluar, dan PPI kembali normal,” pungkasnya.
Laporan : Yulianti Basri & Nasrul
Editor : Revo Adi M