Oknum Pimpinan Ponpes Cabuli Lima Santri, Satunya Hamil

Bontang. Oknum pimpinan salah satu pesantren di Kota Bontang berinisial IM (48), ditangkap Satreskrim Polres Bontang, karena mencabuli santrinya sendiri. Tak tanggung-tanggung, tersangka bahkan mencabuli lima santri, hingga satu diantaranya kini tengah berbadan dua.

Diungkapkan Kapolres Bontang AKBP Dedi Agustono, saat dihubungi melalui selular, pelaku yang kini telah diamankan tengah menjalani pemeriksaan, termasuk para korban.

Salah satu korban (sebut saja) Melati, kata Kapolres, mengaku masih berumur 14 tahun dan tengah hamil 6 bulan akibat perbuatan tersangka IM.

“Kami tengah mengembangkan kasus ini, untuk mengetahui kemungkinan adanya korban lain,” ujar Kapolres. Jumat, (8/11).

Sementara Kasubag Humas Polres Bontang Iptu Suyono, menyebut kasus ini sudah terbilang lama. Sayangnya, korban dan keluarga tidak berani melapor ke aparat berwenang, karena berada dibawah ancaman pelaku.

Terlebih pondok pesantren tersebut, dihuni para santri yang mayoritas dari luar daerah. Rata-rata dari Sangatta Kutai Timur. Selain juga pengurus ponpes hanya dihuni pengurus laki-laki yang belum menikah, dan ada pula yang berstatus duda.

Karena sudah tak tahan dengan aksi pelaku, korban bersama keluarga akhirnya nekat melapor ke Mapolres Bontang Senin (4/11) lalu, setelah sebelumnya kembali mendapat ancaman.

Dikatakan Iptu Suyono, lima santri tersebut masing-masing berinisial M (13), Y (14), A (17), J (16), dan LP (20).

“Pelaku melakukan pelecehan terhadap korban dengan meraba kemaluan, mencium korban, bahkan juga menyetubuhi korban hingga hamil,” ungkapnya.

Saat ditemui redaksi di Mapolres Bontang, tersangka IM mengaku khilaf atas perbuatannya, dan beralasan aksinya itu dilakukan lantaran suka sama suka dengan para korbannya tersebut.

“Iya saya khilaf, awalnya kan suka sama suka. Ya seperti orang pacaran,” ujar IM.

Kasus ini pun dalam penyidikan dan pengembangan Polres Bontang, dibantu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bontang untuk menangani trauma korban.

Dan tersangka pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, ia dijerat undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak. Dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara, setelah ditambah 1/3 ancaman pidana selama 15 tahun.(*)

 

Laporan: Yulianti Basri