Pro Kontra “Surat Sakti” Wali Kota

Ilustrasi Surat Rekomendasi (FOTO: academia.co.id)

Bontang. Keputusan Wali Kota Bontang Basri Rase untuk mengeluarkan surat rekomendasi kepada perusahaan keagenan kapal yang diketahui berasal dari Kabupaten Kutai Timur (Kutim), menuai pro dan kontra diberbagai kalangan. Ada yang mendukung, namun tak sedikit yang mengecam.

Salah satu yang mendukung keputusan Basri tersebut adalah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Pusat Hubungan Masyarakat (PHM). DPP PHM menilai pemberian rekomendasi kepada PT Bunker Pribumi Kutai Timur tidak melanggar hukum, lantaran tidak bertentangan dengan Pasal 76 Ayat 1 UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Aturan itu memuat tentang larangan kepala daerah dan wakilnya membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politik yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Karena kami melihat bahwa wilayah kawasan area pertambangan berada di Bontang. Dan juga pekerja pertambangan sebagian masyarakat Bontang,” seperti tertulis di surat yang ditandatangani Ketua Umum DPP PHM Udin Mulyono dan Sekretaris Syamsuri Sarman tertanggal 16 Mei 2022.

Tak hanya DPP PHM, Jaringan Suara Nusantara (JSN) Kota Bontang juga menyatakan dukungan untuk Basri Rase. Koordinator wilayah Jaringan Suara Nusantara (JSN) Kota Bontang Asse menyebut surat rekomendasi Wali Kota Basri Rase ke perusahaan Kutai Timur semestinya tidak dianggap kontroversi.

Ia menilai ‘surat sakti’ yang terbit 14 April lalu, bukan kali pertama muncul berkaitan kepentingan investasi di Kota Bontang.

“Hal serupa pernah terjadi. Dimana surat rekomendasi diberikan kepada PT Energi Unggul Persada (EUP) dan ditandatangani oleh Wali Kota Bontang kala itu, Neni Moerniaeni pada tahun 2018,” kata Asse dalam siaran persnya, Rabu (18/5/2022).

Sementara itu, pihak lain menilai Wali Kota Basri Rase telah menyalahgunakan wewenang. Ketua DPC Peradi Balikpapan, Agus Amri mengatakan, surat rekomendasi wali kota bisa dianggap perbuatan melawan hukum yang bisa menguntungkan kepentingan pribadi melalui jabatannya.

Dengan asumsi itu, alumnus Universitas Hasanuddin ini menilai wali kota berpotensi melanggar Pasal 1 ayat 5 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Bahaya kalau tindakan kepala daerah ini jadi tradisi, menggunakan jabatan yang melekat dan digunakan untuk kepentingan privat. Meskipun tidak merugikan keuangan negara. Jadi yang perlu kita cari tahu apa motif dasar Pemkot Bontang menerbitkan surat itu,” ujarnya kepada media, Senin (16/5/2022).

Surat rekomendasi wali kota untuk perusahaan swasta, tak memiliki alas hukum. Di dalam administrasi pemerintahan tak dikenal praktik seperti itu, kecuali melibatkan perusahaan daerah.

Writer: Tim Liputan PKTV