Bontang. Rapat pleno dewan pengupahan kota (Depeko) Bontang sebagai rekomendasi penetapan upah miminum kota (UMK) beberapa waktu lalu, kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Bontang Abdu Safa Muha, sempat berjalan berjalan alot.
Hal itu dikarenakan pekerja bersikukuh meminta kenaikan Umk sebesar 10 persen dari jumlah usulan sebesar 8,25 persen. Meski telah diketahui jika besaran Umk Bontang 2017 tidak ditetapkan sesuai standar nilai kebutuhan hidup layak (KHL) seperti tahun sebelumnya, melainkan dari ketetapan pemerintah pusat sesuai peraturan pemerintah (pp) nomor 78 tahun 2015 tentang penentuan upah minimum.
“Selain adanya pertimbangan tersebut, tidak bisa dipenuhinya tuntutan pekerja untuk kenaikan 10 persen ini, agar tidak memberatkan perusahaan yang kemudian akan merugikan karyawan. Contohnya, bisa saja ada PHK akibat perusahaan merasa tidak mampu menerapkan UMK, karena kemampuan perusahaan di Bontang tidak merata,” ujarnya.
Jika hal ini dipaksa untuk diterapkan, kata Safa Muha, dikhawatirkan pengurangan karyawan bisa lebih berdampak pada jumlah pengangguran yang akan bertambah.
“Terlebih seperti usaha perhotelan, yang dirasa cukup berat untuk menerapkan Umk tersebut. Karena harus bergantung pada jumlah hunian kamar,” tambahnya.
Seperti diketahui, dewan pengupahan kota (Depeko) Bontang menetapkan besaran upah minimum kota (UMK) sebesar 2.497.542 rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 8,25 persen atau sekitar 160 ribu rupiah dibandingkan tahun 2016. Rekomendasi ini kemudian disampaikan kepada pemerintah kota, yang saat ini tengah menunggu ketetapan Umk melalui SK Gubernur Kaltim. (*)
Laporan : Yuli & Nasrul