Yusran bersama sebuah tim peneliti pernah mencoba menggali sejarah Bontang. Sejarah yang diteliti bukanlah sejarah Kota Bontang yang saat ini sering diperingati sebagai sebuah produk otonomi daerah. “Awal mula sejarah Bontang sampai saat ini masih kami cari. Mulai kapan penamaan Bontang itu ada. Yang sering diperingati sekarang, kan Kota Bontang. Tetapi, pencarian itu belum selesai. Kami telah membentuk tim pencari sejarah awal mula Bontang. Tetapi terhenti, karena keterbatasan dana,” ujar kakek dari tujuh cucu ini.
Hasil penelitiannya, juga beberapa kali seminar oleh pemerintah kota, sampai sekarang realisasinya belum ada. Tetapi, jalan terang telah tampak. “Yang jelas, pertumbuhan Bontang seiring dengan perkembangan Kerajaan Kutai. Tim Peneliti pernah menemukan arsip tentang Bontang berbahasa Belanda.” jelasnya.
Arti nama Bontang menurutnya dari kata Bond=kumpulan/ Tang=pendatang (kumpulan orang pendatang) Bontang tak memiliki arti, tidak terlalu bermakna tetapi banyak yang mengartikan macam-macam.
Soal wilayah Bontang, Yusran menceritakan pada 1990-an, batas ke Selatan adalah wilayah km 25 dan ke Utara adalah Gunung Sekerat.
“Bengalon, Gunung Sekerat, dan Santan Ulu termasuk wilayah Bontang. Batasnya hingga Tugu Equator Kutai Kartanegara saat ini. Sangatta pun termasuk Bontang.” Tetapi, karena ada pilihan menciptakan Bontang menjadi kota, akhirnya Bontang menjadi sempit wilayahnya seperti saat ini.” lanjutnya.
Perkembangan Bontang secara pemerintahan cukup melekat di benak Yusran. Desa Bontang dan Desa Tanjung Laut menjadi dua desa persiapan untuk Kecamatan Bontang. Perkembangan terus berlanjut Desa Bontang menjadi Kecamatan Bontang Utara yang Bontang Kuala, Bontang Baru, Belimbing dan Loktuan.
Sementara Desa Tanjung Laut menjadi Kecamatan Bontang Selatan terdiri dari Tanjung Laut, Berbas Tengah, Berbas Pantai, Sekambing, dan Satimpo. berkembang menjadi kota administratif, kemudian dibentuk pemerintahan baru, desa berubah menjadi kelurahan. Sejak itu, penduduk Bontang terus bertambah karena pendatang serta faktor kelahiran.
Setelah pensiun, Yusran Thayib aktif di Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK). Melalui organisasi ini, Yusran berharap agar dapat bersinergi dengan pemerintah dan terus melakukan pembenahan budaya dan pariwisata lebih baik.
“Ke depan, pemerintah dapat mengemas budaya dan pariwisata dengan lebih baik tanpa meninggalkan unsur adat,” ujarnya.
Laporan : Dwi Hendro & Rully
Editor : Revo Adi M