Bontang. Parasnya tak muda lagi. Tetapi ingatannya masih tajam saat membedah perjalanan Bontang yang ia ingat. Dengan kacamata yang berkilatan, sore itu, Yusran Thayib menuturkan tentang Bontang di masa lalu. Sambil menyantap hidangan kue” temu kunci”, Yusran Thayib menuturkan sepenggal kisah Kota Bontang.
Dalam tuturannya Bontang bukanlah sebuah kota seperti saat ini. Lelaki kelahiran Bontang Kuala, 12 September 1947 ini menyebutkan Bontang sebagai daerah yang jauh dari kata “pembangunan”. Pemukiman hanya berpusat di wilayah pesisir (Bontang Kuala) dan beberapa titik pertanian (Bontang Baru).
Dua wilayah ini disebut Yusran, hanya dihubungkan sebuah jembatan kayu selebar dua meter hasil swadaya masyarakat bersama petugas pemerintahan waktu itu.
Sambil menjadi saksi perkembangan Bontang hingga saat ini, Yusran Thayib menjalani pekerjaan sebagai aparat pemerintah. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, Yusran melanjutkan SMP di Samarinda.
Bekerja di Samarinda di Dinas Perikanan Samarinda dan kembali ke Bontang bekerja di Dinas Perikanan Provinsi menjadi Pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai di Kantor Camat Bontang pada 1979. Pada 1989-1995 menjadi kepala desa di Loktuan.
Lama berkarier menjadi Kepala Markas Pertahanan Sipil Kec Bontang sampai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Bontang Utara. Yusran terakhir bekerja pada Bagian Umum Kantor Walikota Bontang pada 2004.
“Bontang tempo dulu itu perkampungan nelayan saja. Pesisir Bontang Kuala. Waktu saya masih sekolah rakyat, rumah hanya baru dua lapis jembatan. Hanya RT 01 dan 02. Penduduknya rata-rata nelayan. Ada juga yang menggarap lahan pertanian di Apiapi, sebuah persawahan tempat orang tanam padi.
Tetapi sedikit sekali. Berkembanglah Bontang menjadi kecamatan.” Tahun 1972, kecamatan berpindah kantor dari Bontang Kuala ke Bontang Baru. Yang ada waktu itu, sekitar 1970-an, hanya ada Kecamatan Bontang. Belum ada Pupuk Kaltim, belum ada PT Badak.
“Setelah ada perusahaan itu, baru terbangun akses jalan. Orang menyebutnya jalan pipa, menuju Muara Badak dan Samarinda dengan kendaraan double gardan,” ujarnya. Itu pun, menurut Yusran, terbatas pemakaiannya. Tak semua orang dapat melewatinya.
Dalam ingatan Yusran, orang-orang saat itu juga sering menggunakan jalan air menggunakan kapal ke Samarinda. “Di Bontang Kuala, setiap minggu kapal itu baru ada. Kalau masyarakat seperti kami, dua hari perjalanan menggunakan perahu layar. Jalan Bontang Baru itu baru 1980 tersentuh pengerasan. Sebelumnya jalan setapak.” paparnya.
Yusran menyebutkan, awal cerita Bontang sejak dulu pusat pemerintahan di Bontang Kuala. Titik awal pemukiman adalah di Bontang Kuala. Perkembangan selanjutnya, orang ada yang bercocok tanam di Lempake dan Kanibungan (Guntung saat ini-red). Guntung dan Loktuan waktu itu terpisah oleh rawa.